Selasa, 29 Oktober 2013

First Love



First Love
Cowok tampan dan pendiam itu namanya Risky. Dia kuliah di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dia memang sangat tampan sehingga wanita-wanita apabila melihat dia terpesona dengan ketampanannya. Kebetulan pula dia anak orang kaya.
Kenapa Aku cerita tentang Risky? Apa aku naksir dia? Mungkin kali yaaw..! Dia emang tipe cowok idolaku. Aku cerita soal dia karena dia cinta pertamaku. Aku ketemu sama dia karena kebetulan dia sering bermain internet di dekat rumahku, jadi setiap Minggu aku liat dia lewat depan rumahku. Nah, si Bella, sahabatku yang kebetulan sedang bermain internet di dekat rumahku. Dia cerita ngeliat Risky, tiba-tiba histeris.
“Silll..! Ada cowok silll..! Siapa dia?” Jerit Bella sambil jungkit-jungkit di kamarku. Mulanya aku terkejut, kok Bella sampe jungkit-jungkit gitu, jadi pasti cowok itu keren bangetss. Spontan aku mengintip di jendela. Aku langsung lemes, begitu tahu yang dilihat Bella adalah Risky.!
“Kenapa mesti jungkit-jungkit begitu Bel?.” Dengusku kesal. “Kirain lo ngeliat siapa!”
“Cowok sil! Keren! Imut!”
Hiiie..! Alisku langsung berkerut, kiri kanan nyambung gitu! “Lo sakit mata Bel?”
“Lo kali yang sakit mata! Coba liat sekali lagi! Itu lho, yang pake switer warna ijo muda. Ih, imut bangets. Ya ampuuun…., dia mau main internet ya sill?”
“Bukan! Mau main bola!”
“Lo kenal dia nggak sil? Pasti anak sini kan?
“Kenal banget! Namanya Risky. Anak orang kaya yang kuliah di UMJ, puas?”
“Haaa?” Kali ini tatapan Bella sudah pindah ke arahku. Dia menatap setengah melotot. “Kuliah di UMJ? Waaah.., beruntung amat. Gampang dong pedekatenya?”
“Pedekate apaan! Ngapain juga deketin Risky! Lo naksir Risky?”
Bella ngangguk mantap, tinggal aku yang menatapnya setengah mati keheranan. Kepalaku langsung tuing-tuing.


“Kenalin gue don.!”
“Lo mau gue kenalin?” Aku berkata pasrah.
“Mau, mau!”
“Yaudah, besok!”
“Cihuyyyy..!
            Aku enggak tahu apa yang ada dikepala Bella. Masa sih dia naksir, Bella kan enggak cakep, enggak cantik. Ya, emang sih, nggak jelek jelek banget. Pokoknya biasa-biasa aja, nggak ada istimewanya. Lagian kan Bella orangnya rame, cerewet dan norak. Apa bisa nyambung sama Risky, yang anak kalem kaya gitu!
            Tapi akhirnya aku mengenalkan Bella pada Risky. Pada keesokan sore harinya, dijam biasa Risky main internet di rumahku. Supaya enggak terlalu ketara pingin kenalannya. Aku pura-pura sedang duduk di sisi pagar depan rumah, pura-pura nunggu tukang bakso. Kok belum lewat ya. Tadi di sana kamu liat nggak?”
“Iya, aku liat masih di ujung gang situ. Bentar lagi kali!”
“Lama bener sih, kamu mau ke warnet?”
“Iya”
“Nanti kalo ketemu adik Bella, tolong suruh pulang ya!”
Kening Risky berkerut. Upss..! Mana dia tau adiknya Bella yang mana. Hi hi., Cuma akal-akalan doang sih!
            “Adiknya Bella?” Tanya Risky.
            “Oh iyaa, kamu kan belum kenal temanku ya? Ini namanya Bella.”
Mereka berjabatan tangan. Ku lihat senyum Bella, sumringah. Uhh, kayaknya dia seneng bangets bisa salaman sama Risky!
“Bella daritadi nungguin adiknya, katanya sih lagi main di warnet. Cowok, putih, umurnya sekitar tiga belas tahun. Dia pake celana SMP, kalo ketemu suruh ke sini ya ki. Atau kamu hubungi Bella, ini nomor hpnya!” Aku menyebutkan nomor hp Bella yang sengaja aku sudah hapalkan. Untungnya Risky menerimanya meski dengan raut yang masih keheranan.

Konon katanya Risky memang menelpon Bella dan mengabarkan kalo dia enggak liat cowok tiga belas tahun yang putih dan pake celana SMP. (Terang aja, itu kan cuma karangan kami). Momen itu dimanfaatkan Bella dengan tanya ini itu pada Risky. Akhirnya, katanya lagi, obrolan pun berlanjut. Besok-besoknya Bella duluan yang telepon Risky. Jadi deh mereka saling telpon dan smsan, dan ngobrolin ini itu. Dia itu, sepenglihatanku, adalah cowok kalem. Trus kata Bella, mereka udah deket banget. Pokoknya tinggal tunggu saatnya,mereka pasti jadian! Tapi sumpah, aku yakin pasti Bella duluan yang menghujani Risky dengan telepon dan sms. Iyalah, meski belum kenal betul siapa Risky, aku yakin Risky enggak bakal ngotot nelpon atau smsan dan ngobrolin ini itu. Dia iu, sepenglihatanku, adalah cowok kalem.
Seminggu kemudian sore-soreku penuh ocehan Bella tentang Risky, kayaknya Bella benar-benar suka banget sama Risky. Heee…, jangan-jangan dia bener jatuh cinta sama Risky. Lah, kok bisa ya?! Setahuku Bella itu amburadul banget. Jenis cewek yang tidak gaul, yang sasarannya adalah cowok yang biasa-biasa saja. Sedangkan Risky Disukai oleh cewek-cewek yang cantik.
            “Kalo ngomong sama Risky enak banget sil!”
            Alisku terangkat tinggi. “Enak? Emang kalian ngomongin apaan?”
“Yaaa…, kebanyakan sih aku yang ngomong. Dia cuma denger dan nyahut sesekali. Tapi kalo udah nimpalin omonganku, wuieehhh…, enaaak…, adem bangets!”
“Kebon kali adem!”
“Apalagi kalo aku lagi marah-marah, ngedumel, dia nyejukin Aku!”
“Es batu dong!”
“Aku pingin jadi pacarnya.”
“Hah?!”
“Iya, asik kali kalo tiap malem dia curhat.”
           



Suatu hari aku berpapasan dengan Risky. Seperti biasa dia akan ke warnet, sedangkan aku kebetulan mau pergi ke warung. Dia menyapaku.
                        “Hai…? Sill, mau kemana?”
“Ke warung” Jawabku sambil lalu, tapi beberapa kemudian aku berbalik dan  memanggilnya.
“Bagaimana kabar Bella?”
“Bella?” Dahinya berkerut. “Ada apa memangnya?”
“Lho, bukannya kalian pacaran?”
“Pacaran?” Wajahnya memerah kaget.
“Astaga…, Aku nggak tahu apa-apa!”
            Aku tertawa, tuh kan! Cowok kalem kaya Risky mana bisa pacaran sama Bella. Apa dia pura-pura nggak tahu.
                        “Kupikir kalian pacaran, ki!” Ujarku. “Abisnya kalian akrab banget!”
                        “Akrab?” Lagi-lagi dia melongo.
“Satu kali aku pernah menelponnya, bilang kalo Aku enggak liat Adiknya itu. Terus besoknya dia yang telpon Aku. Tapi cuma dua kali. Setelah itu kami nggak pernah kontak.”
            Tapi…, tapi kata Bella, mereka..?? Aku melongo. Risky dengan raut wajahnya yang tenang berkata,
“Maafkan aku ya, Sill. Aku enggak bermaksud mengecewakan sahabatmu. Tapi aku memang enggak bisa?
“Enggak bisa apa sih..? Aku makin nggak ngerti. Membaca kebingunganku.
“Aku nggak bisa jadi pacarnya,” Ujar Risky. “Semoga Bella bisa mengerti, kalau yang kubutuhkan saat ini adalah seorang yang mau ngertiin aku dan paham tentang aku.
“Aku tertegun, sementara Risky berlalu. Jadi anggapanku salah selama ini?!”
“Iya Sill!” Bella teriak disebelah sana.
“Risky ternyata tidak tertarik sama aku, tiap aku menelpon pasti ada saja alasannya” Akhirnya dia bilang terus terang sama aku.
“Risky tuh…, suakanya sama kamu sill..!
“Apaa…??” Jawab dengan kaget.
                        “Iya Sill, dia suka sama kamu.”
                        “”Kok bisa..?”
                        “Kata dia, kamu tuh orang yang selama ini dia cari.”
                        “Oh yaa..?”
                        “Iyaa.”
            Sore hari aku berpapasan lagi sama Risky. Seperti biasa dia akan bermain internet, sedangkan aku akan pergi ke warung. Dia menyapaku.
                        “Haiii…, Sill. Apa kabar?”
                        “Baik kok,!” Sambil tersenyum.
                        “Sill…, malem Minggu besok kamu ada acara nggak..?”
                        “Nggak, kenapa yaa..?”
                        “Kita nonton film yuuk..? Mau nggak?”
                        “Yaah…, kupikir-pikir dulud deh..!”
                        “Oh…, yasudah. Kalo kamu mau, kamu telpon aku yah.?”
                        “Iyaaa.”
           




Mulanya aku terkejut, kok Risky ngajak aku nonton film yaah. Hatiku terasa bimbang dengan ajakan Risky. Akhirnya aku curhat dengan Bella.
                        Bell..?”
                        Ada apa Sill, kok tumben nelpon aku..?”
                        “Gini Bell, Risky ngajak aku nonton film.”
                        “Kapan?”
                        “Besok malem Minggu”
                        “Bagus dong..! Kesempatan buat loh deketin Risky.”
                        “Yeee, tapi aku takut.”
                        “Ngapain takut, kesempatan nggak dateng dua kali loh. Heee…!”
                        “Yaudah deh aku mau nonton film bareng dia.”
            Akhirnya setelah aku piker-pikir, aku mau nonton bareng sama dia. Saat aku sedang nonton film, papaku menelpon aku. Aku disuruh pulang. Akhirnya tidak lama kemudian film yang aku tonton sama dia habis. Aku keluar bersama-sama. Di luar sana dia membelikan aku pop corn dan makan bersama didekat air mancur. Aku dan dia bercerita-cerita dan tertawa bersama-sama. Waktu menunjukan pukul sebelas malam. Akhirnya aku pulang, sebelum sampai di teras depan rumahku. Dia ngomong sama aku.
                        Ada apa ki?”
                        “Aku suka sama kamu.”
                        “Yaa…, aku juga suka sama kamu!!” Jawab sambil tersenyum.
            Akhirnya aku sama Risky jadian. Aku sangat senang dan gembira. Keesokan harinya, aku bercerita kesahabat aku si Bella, kalau aku sudah jadian.
                        “Bell..? Aku sudah jadian sama Risky.”
                        “Cieelllaaah…, yang lagi seneng. Syukur deh kalo sudah jadian. Selamet yaaa..!”
                        “Makasih yaa, semua ini berkat dukungan kamu.”
                        “Iyaa.”
            Aku sama Risky memang saling ngertiin dan saling perhatian. Sehingga aku pacaran hampir genap dua tahun aku menjalani hari-hariku bersama dia. Setiap aku ingin bermain ke rumah Eyangku di Jawa Barat, aku selalu ditemani dia.
            Pagi-pagi sekali penuh dengan kegembiraan. Aku bercerita tentang Risky ke Bella.
                        “Kalo jalan sama Risky, enak banget Bell.!”
                        “Tuh kan bener apa kata aku dulu. Nggak percaya sih sama omongan aku.”
                        “Iya deeh..!”
                        “Oh iyaa, nggak terasa yaa, sudah hampir dua tahun kamu pacaran sama Risky.”
                        “Iyaaa.”
            Setelah genap dua tahun, aku dan dia putus karena tidak disetujui oleh kedua orang tua aku dan dia. Akhirnya aku dan dia saling berjauhan dan aku berusaha melupakan dia..! Tetapi sulit. Pada awal bulan Januari aku dijodohkan sama anak teman baik papaku. Awalnya aku tidak mau, karena aku masih ingat dengan Risky. Tetapi setelah aku sudah dekat sama anak temen dekat papaku, akhirnya aku bisa melupakan Risky, pacar pertamaku.